Strategi Memutus Rantai Penyebaran Covid-19 dari Para Ahli

Ketua Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI Erlina Burhan saat menjadi pembicara dalam webinar Sosialisasi Penanganan dan Pencegahan Covid-19 di Lingkungan Kementerian PANRB, Kamis (15/10)
KIMPurwakarta.web.id - Pandemi Covid-19 telah menyebar ke lebih dari 200 negara, dan di Indonesia tercatat hampir 350 ribu kasus. Banyaknya kasus disebabkan karena mudahnya cara penularan, baik karena droplet yang dikeluarkan ketika batuk dan bersin, maupun menyentuh wajah setelah memegang barang atau benda yang telah terkontaminasi. Namun, beberapa ahli menjelaskan strategi untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.

Ketua Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI Erlina Burhan mengatakan, Covid-19 bukan hanya menyerang saluran pernapasan, namun juga menyerang organ lain seperti otak dengan gejala stroke, kejang, dan radang otak. Hal itu dikatakannya saat menjadi pembicara dalam webinar Sosialisasi Penanganan dan Pencegahan Covid-19 di Lingkungan Kementerian PANRB, Kamis (15/10).

Pada organ mata akan menimbulkan merah mata, infeksi pada kornea, pada hidung akan menunjukan gejala hilangnya kemampuan untuk membaui atau berkurangnya indra penciuman. Menurutnya, yang berbahaya jika mengenai organ kardiovaskular yang terjadi adalah terbentuk pembekuan darah, dan juga penyempitan pembuluh darah sehingga pasien mungkin akan merasakan nyeri pada bagian dada atau berdebar-debar bahkan tensi menjadi tinggi. “Virus juga bisa menyerang hati menyebabkan peningkatan enzim hati, dan di saluran cerna menimbulkan diare, terdapat protein di urin, dan bisa menyerang sistem syaraf yang berakibat kejang, halusinasi bahkan gangguan kesadaran,” jelas Erlina.

Wanita yang juga Satgas Waspada dan Siaga NcoV Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini menuturkan bahwa ada yang perlu diwaspadai oleh seseorang, yakni happy hypoxia dimana pasien bergejala namun masih bisa menjalankan rutinitas sehari-hari. Padahal, gejala dalam parunya sudah cukup luas atau terjadi hambatan pada sistem saraf yang ditandai dengan batuk menetap.

Kondisi happy hypoxia adalah kurangnya kadar oksigen dalam darah, sehingga jantung mengedarkan darah ke tubuh dengan kondisi darah yang kekurangan oksigen. Akibatnya, jaringan atau beberapa organ tubuh kekurangan oksigen.

Happy hypoxia terjadi akibat kerusakan pada saraf yang menghantarkan sensor ke otak, sementara otak tidak dapat memberikan respon terhadap sesak, dan pasien pun merasa tidak ada gejala atau tidak terlihat sesak. Pada umumnya pasien masih bisa melakukan kegiatan sehari-hari seperti makan, mandi, tersenyum, namun dengan batuk menetap ditambah dengan lemas.

Menurutnya, hal terpenting adalah melakukan pencegahan dengan menerapkan 3M atau memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Untuk pencegahan level individu dapat dilakukan dengan mandi dan mengganti baju setelah bepergian dari luar rumah, selanjutnya membersihkan barang yang dibawa saat keluar rumah dengan disinfektan.

“Hal yang tidak kalah penting adalah menghindari berjabat tangan, sebab orang Indonesia memiliki rasa sosial yang tinggi sehingga berjabat tangan seperti wajib dan baik, namun disaat pandemi seperti sekarang tidak dilakukan,” ucapnya.

Pencegahan virus juga dapat dilakukan dengan meningkatkan imunitas diri dan pengendalian komorbiditas dengan mengonsumsi gizi seimbang, melakukan aktivitas fisik atau senam ringan. Masyarakat juga diimbau istirahat yang cukup, mengonsumsi vitamin, tidak merokok, dan mengendalikan komorbiditas dengan minum obat secara teratur.

Pada level masyarakat per individu, pencegahan dapat dilakukan dengan menjauhi tempat umum yang ramai, jika terpaksa harus menggunakan masker, kemudian tidak menyelenggarakan kegiatan pertemuan dengan melibatkan banyak orang. Selanjutnya hindari melakukan perjalanan luar kota dan luar negeri, hindari pergi ke tempat wisata, rumah kerabat, serta kurangi penerimaan tamu. Menerapkan Work From Home (WFH), jaga jarak minimal 1 meter, beribadah di dalam rumah untuk sementara waktu, dan bagi anak-anak diharapkan untuk tetap bermain di dalam rumah.

Pada kesempatan tersebut Erlina mengingatkan penggunaan masker yang benar adalah didahului dengan mencuci tangan sebelum memegang masker, selain itu memegang masker hanya pada bagian tali masker. Masyarakat juga tidak diperbolehkan menggunakan masker di bawah hidung. Kemudian tidak disarankan mengenakan masker berbahan scuba, sebab hasil dari penelitian diketahui efektivitas penyaringan adalah 0 hingga 5 persen, berbahan tipis, dan pori-pori pada masker scuba dapat memecah droplet menjadi lebih kecil.

Kondisi rumah juga harus diperhatikan baik ventilasi cahaya atau udara, masyarakat membiasakan membuka jendela kamar secara berkala, menggunakan alat pelindung diri (APD) minimal masker saat membersihkan rumah, serta mencuci tangan sesering mungkin.

Diungkapkan bahwa seseorang yang telah sembuh setelah terinfeksi Covid-19 memiliki antibodi dalam tubuhnya yang memberikan kekebalan terhadap Covid-19. Namun antibodi yang terbentuk akan menghilang dalam waktu 3-12 bulan. Sehingga setelah 3-12 bulan masih memungkinkan untuk tertular ulang atau reinfection.

Erlina menekankan bahwa penggunaan herbal adalah untuk suplemen bukan obat, dan herbal yang dapat digunakan adalah yang telah teregistrasi di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Sebagai contoh minyak kayu putih diperuntukkan pada bagian kulit, dan jangan sampai minyak kayu putih masuk ke dalam hidung atau diminum,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Ngabila Salama mengatakan salah satu tempat penyebaran Covid-19 adalah klaster perkantoran. Penyebabnya adalah kurangnya pemahaman para pegawai, merasa dirinya tidak akan pernah tertular, serta merasa teman kantor tidak mungkin menularkan. Penyebaran Covid-19 yang berasal dari klaster perkantoran didominasi oleh pegawai dengan domisili luar Jakarta, yakni sekitar 30 persen, yang menyebabkan adanya fenomena pingpong.

“DKI Jakarta menularkan misalnya keluar, nanti DKI sudah melakukan containment, isolasi, nanti dari luar menularkan lagi ke DKI dan seterusnya, sehingga Pandemi Covid tidak selesai. Jadi saya pegang dua hal pingpong fenomena dan fenomena semangka, luarnya hijau dalamnya merah, karena kita tidak tes, kita tidak cari, kita tidak lakukan isolasi,” tuturnya.

Menurutnya yang paling utama adalah kesehatan diri sendiri serta keluarga. Bukan lagi saatnya berdiam diri ketika melihat teman tidak menggunakan masker atau tidak mematuhi protokol kesehatan. Jika peduli teman maka menurutnya hal yang paling tepat adalah menegurnya, sebab perlu adanya saling mengingatkan antara sesama agar dapat memutus penyebaran Covid-19.

Dari sisi lain, Psikolog Klinis Sitti Evangeline Imelda menyampaikan untuk menjaga produktivitas selama pandemi diperlukan mental yang sehat. Sehat mental merupakan sebuah kondisi yang berada dalam keadaan sejahtera, mampu mengenal potensi dirinya, mampu menghadapi tekanan sehari-hari dan mampu berkontribusi di lingkungan sosialnya. Selain itu seseorang yang sehat mental adalah yang dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi kondisi yang ada saat ini.

Secara psikologis, respon wajar seseorang saat pandemi adalah perasaan takut jatuh sakit, meninggal, takut tertular, takut kehilangan mata pencarian, takut diasingkan, merasa tidak berdaya, takut terpisah dengan orang terkasih, takut kesepian, dan takut mengalami wabah sebelumnya. Jadi orang yang telah terpapar Covid-19 harus dipastikan kondisi psikologisnya supaya tidak muncul kekhawatiran terhadap pengalaman sebelumnya,” pungkasnya.(*)