Ini Tiga Kebijakan BKKBN Ditengah New Normal

BKKBN saat melakukan seminar daring
KIMPurwakarta.web.id - Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau new normal bakal membawa perubahan bagi program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana) di Indonesia.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo dalam seminar daring mengatakan kenormalan baru berarti cara baru, tidak bisa lagi sama seperti sebelum terjadinya pandemi covid-19.

Selain Hasto, webinar yang digagas Perwakilan BKKBN Jawa Barat dan Warta Kencana ini menghadirkan narasumber Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil dan Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia (KKI) Jawa Barat Ferry Hadiyanto.

Webinar dihadiri 300-an peserta melalui aplikasi Zoom dan ratusan lainnya mengikuti jalannya webinar melalui live streaming Youtube pada channel BKKBN Jawa Barat. 


Partisipan berasal dari pengelola program Bangga Kencana di Indonesia, para kepala organisasi perangkat daerah yang membidangi Bangga Kencana (OPD KB) di kabupaten dan kota se-Jawa Barat, dan para Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten dan Kota se-Jawa Barat.

“New normal secara sederhana dan itu dilakukan sekarang adalah tetap sukses melakukan pelayanan dan menjalankan program (Bangga Kencana) yang aman dari covid-19. Secara konseptual atau berpikir besarnya adalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia atau masyarakat untuk kepentingan branding power equity Indonesia di mata dunia. Tentunya berdasarkan kemandirian dan gotong royong. Kebutuhan dasar tersebut meliputi kebersihan, keselamatan, dan keamanan warga negara,” terang Hasto seperti disampaikan dalam siaran pers BKKBN Jabar belum lama ini.


Secara kelembagaan, BKKBN mengubah kebijakan untuk menyesuaikan dengan penormalan baru tersebut. 


Pertama, BKKBN menggerakkan para penyuluh keluarga berencana (PKB) untuk sepenuhnya membantu pelayanan. Termasuk di antaranya adalah mendistribusikan alat dan obat kontrasepsi (Alokon) untuk digunakan di fasilitas kesehatan (Faskes). Ini berbeda dengan sebelumnya yang menitikberatkan tugas PKB kepada tugas-tugas komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) atau penyuluhan.

"Zaman dulu, pada masa Orde Baru, ada pos KB desa. Salah satu tugasnya mengantarkan alokon kepada akseptor. Kemudian muncul larangan untuk menyimpan alokon di desa. Ketentuan menyimpan obat diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Pos KB desa sudah tidak diperbolehkan (menyimpan alokon). Dalam kondisi pandemi dan new normal ini, maksud saya, PKB-nya bolehlah membawa obat atas request faskes atau bidan-bidan,” tambah Hasto.

Kedua, BKKBN akan mendistribusikan alokon kepada faskes-faskes swasta. Ini berbeda dari kondisi sebelum pandemi covid-19 yang hanya mendistribusikan alokon untuk faskes pemerintah seperti puskesmas dan rumah sakit atau klinik-klinik milik pemerintah. Dengan catatan, distribusi kepada faskes swasta tersebut tetap tercatat di BKKBN.

Ketiga, BKKBN mengubah menu belanja pada dana alokasi khusus (DAK) yang diberikan kepada kabupaten dan kota. Bila sebelumnya DAK banyak diperuntukkan untuk pertemuan-pertemuan di tingkat masyarakat, kini tidak lagi. BKKBN menghendaki gelontoran duit tersebut digunakan untuk menggerakkan pelayanan.

“Jadi, nanti dana yang besar di DAK ke kabupaten-kabupaten ini, yang biasanya untuk pertemuan-pertemuan itu, kita ubah. Pada masa new normal ini pertemuan sulit dilakukan, tidak bisa. Dulu anggaran itu mayoritas untuk petemuan. (Pandemi covid-19) ini yang kemudian ada berkahnya juga. Anggaran-anggaran pertemuan itu bisa kita coret semua. Kita alihkan untuk pelayanan,” kata Hasto.

Hasto mengapresiasi Gubernur Jawa Barat yang secara konsisten terus mendukung program Bangga Kencana. Dukungan kepala daerah ini menjadi sangat penting mengingat Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk paling besar di Indonesia. Yang membedakan Jawa Barat dari daerah lain, sambung Hasto, adalah kebijakan Gubernur Jawa Barat dalam memberikan insentif bagi tenaga penggerak desa dan kelurahan (TPD/K).


“Jawa Barat itu istimewa karena Pak Gubernur memberikan insentif kepada (penyuluh KB) non-PNS. Ini bantuan luar biasa bagi BKKBN karena medapat tambahan 2000 petugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,” pungkas Hasto.