Ayo Kawal Dana Desa


Purwakarta - Mengusung program membangun dari pinggiran, seolah menjadi titik awal pemerintah gencar melakukan pembangunan, khususnya infrastruktur. Kini, pembangunan yang mulanya hanya berkutat di ibu kota akan dialihkan secara merata ke seluruh pelosok nusantara sehingga pembangunan desa menjadi prioritas utama.

Dilansir dari situs kemenkeu.go.id, Otonomi daerah sudah diberlakukan di Indonesia dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah yang diharapkan dapat membantu dan mempermudah dalam berbagai urusan penyelenggaraan negara dengan tujuan tertentu.

Untuk itulah, dalam APBN pemerintah mulai mengalokasikan Dana Desa sebagai salah satu pendukung pembangunan infrastruktur daerah dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah agar tujuan tersebut tercapai. Dalam hal ini, perencanaan pembangunan daerah sangat penting karena kita bisa membaca dan menginterprestasikan arah dan tujuan daerah kedepannya dengan tetap memperhatikan potensi sumber daya yang dimiliki

Perlunya Dana Desa


Menurut data dari BPS, jumlah penduduk miskin yang berada di pedesaan memiliki persentase yang lebih besar daripada jumlah penduduk misikin di perkotaan. Pada tahun 2014 semester I dan II, jumlah penduduk miskin di pedesaan sebesar 62,8% dan 62,6% dari total seluruh penduduk miskin di kota dan desa.


Pada tahun 2015 semester I dan II, jumlah penduduk miskin di pedesaan sebesar 62,74% dan 62,75% dari total seluruh penduduk miskin di kota dan desa. Pada tahun 2016 semester I dan II, jumlah penduduk miskin di pedesaan sebesar 63,07% dan 62,23% dari total seluruh penduduk miskin di kota dan desa. Jumlah penduduk miskin yang lebih terkonsentrasi di pedesaan inilah yang membuat dana desa perlu digunakan untuk mengentaskan kemiskinan di wilayah pedesaan. (sumber: www.bps.go.id)


Masalah itu ditindaklanjuti pemerintah dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Pembelanjaan Negara (APBN). Dana Desa merupakan wujud rekognisi negara terhadap daerah khususnya daerah pedesaan. Dana Desa diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa, serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.


Berdasarkan data postur APBN sebelumnya, pada APBN-P 2015, jumlah nominal Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp664,6 triliun, termasuk dana desa sebesar Rp20,8 triliun, pada APBN 2016 jumlah nominal TKDD sebesar Rp770,2 triliun termasuk dana desa sebesar Rp47 triliun dan pada APBN 2017 jumlah nominal TKDD sebesar Rp764,9 triliun termasuk Dana Desa sebesar Rp60 triliun (sumber: www.djpk.kemenkeu.go.id). Data tersebut mengindikasikan bahwa alokasi untuk dana desa dari tahun ke tahun memiliki trend yang meningkat, sehingga diharapkan dapat menimbulkan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu, pengawasan pelaksaan dari penggunaan dana desa harus ditingkatkan agar tidak terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan kedepannya.


Secara teknis, Dana Desa sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa. Dalam PMK dijelaskan bahwa dana desa hanya digunakan untuk program prioritas, meliputi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Prinsip prioritas penggunaan dana desa berdasarkan bentuk keadilan yang tidak diskriminatif, kebutuhan yang mementingkan sebagian besar masyarakat desa, serta tipologi desa yang berbeda-beda dengan mempertimbangkan kenyataan dan keadaan karakteristik geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi, ekologi desa yang khas serta perubahan atau perkembangan masyarakat desa.


PMK Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan TKDD merupakan revisi dari PMK Nomor 187 /PMK.07/2016. Revisi PMK tersebut bertujuan memperbaiki mekanisme penyaluran dana transfer dan dana desa berdasarkan kinerja penyerapan dana serta ketercapaian output untuk efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas. PMK tersebut juga bertujuan meningkatkan kualitas belanja infrastruktur daerah melalui optimalisasi penggunaan dana transfer dan dana desa serta melaksanakan komitmen untuk mewujudkan pelayanan dasar publik yang berkualitas. Poin penting dari revisi tersebut ialah dana desa disalurkan melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) daerah bukan lagi dari kas Kementerian Keuangan, sehingga terdapat efisiensi jika terjadi permasalahan/keterlambatan transfer dari kabupaten ke desa. Apabila terjadi permasalahan pemerintah kabupaten dapat langsung berkonsultasi dengan KPPN daerah.


Perlunya Pengawasan


Jumlah nilai TKDD yang fantastis tersebut memunculkan banyak dugaan penyimpangan penggunaan anggaran dari dana desa. Berdasarkan data dari Kemendesa PDT, pada tahun 2016 terdapat 932 aduan adanya dugaan penyimpangan dari penggunaan Dana Desa (sumber: tirto.id, 7 April 2017). Penyimpangan tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan dana desa masih kurang dalam hal pengawasan, sehingga masih banyak terjadi penyimpangan dalam proses penggunaanya. Penyimpangan ini bisa terjadi karena beberapa faktor seperti belum siapnya sumber daya manusia yang mengelola, mekanisme pelaporan yang kurang transparan, dan kurangnya memaknai akan pentingnya fungsi dana desa itu secara keseluruhan. Maka dari itu, perlu dilakukan pencegahan dan pengawasan yang ketat dari masyarakat dan Kementarian/Lembaga terkait.


Pencegahan preventif paling tidak bisa dilakukan dengan tiga cara untuk menyiasati ini. Pertama, kepala desa harus membuat struktur organisasi desa/perangkat desa dengan memilih orang-orang yang berkompeten sehingga dapat mengelola Dana Desa dengan baik. Pemilihan orang-orang ini bertujuan agar pengelolaan nantinya bersifat terorganisir dan terstruktur sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Kedua, perangkat desa harus belajar menyiapkan laporan penggunaan Dana Desa yang transparan serta akuntabel, sehingga masyarakat tidak akan bersifat skeptis terhadap realisasi penggunaan Dana Desa. Jika perlu, realisasi penggunaan Dana Desa tersebut dapat dipublikasikan di wilayah-wilayah strategis seperti papan pengumuman kantor-kantor di pedesaan. Ketiga, dalam hal penggunaan/penyaluran dana tersebut harus ada pengawasan masyarakat lewat Badan Permusyarawatan Desa (BPD). Dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 Pasal 51 disebutkan bahwa laporan keterangan penyelenggaraan pemerintah desa dapat digunakan oleh BPD dalam menjalankan fungsi pengawasan kinerja kepala desa. Dengan adanya fungsi tersebut diharapkan masyarakat dapat menjadi mekanisme kontrol lewat BPD, dan BPD sendiri diharapkan dapat menjalankan perannya semaksimal mungkin terkait penggunaan anggaran.


Dalam kenyataannya, pencegahan secara preventif tidaklah cukup untuk mengontrol pengawasan atas tindakan penyalahgunaan anggaran dana desa ini. Diperlukan tindakan secara represif atas penyalahgunaan dana yang terjadi di lapangan. Kabar baiknya sudah ada mekanisme bagi masyarakat untuk melapor tentang adanya dugaan penyalahgunaan Dana Desa. Masyarakat kini dapat melapor melalui beberapa cara, seperti di situs satgas.kemendesa.go.id, call center @kemendesppdt 1500040 dan aplikasi Lapor! @lapor1708. Mekanisme aduan tersebut setidaknya dapat digunakan masyarakat untuk melaporkan apabila terjadi indikasi dari penyalahgunaan anggaran dana desa agar tercipta mekanisme pengawasan bukan hanya dari pihak terkait tetapi juga oleh masyarakat.

Adanya Dana Desa diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di desa yang kemudian memiliki impact pemerataan pembangunan, sehingga manfaat dari pembangunan nasional dapat dirasakan oleh masyarakat sampai daerah terpencil dan tertinggal. Akan tetapi, penggunaan dari Dana Desa harus diawasi dengan simultan dari pihak organisasi desa, pemerintah kebupaten/kota dan masyarakat. Bagaimana cara masyarakat berperan? Dengan adanya akses untuk melapor itulah masyarakat dapat aktif mengawasi dari penggunaan dana desa itu sendiri. Oleh karena itu, mari bersama-sama kita kawal Dana Desa agar terciptanya pembangunan nasional yang lebih merata, adil, dan berkelanjutan.

Oleh karena itu, pengawalan atas pelaksanaan pembagunan di desa menjadi sangat penting. Maka, setiap masyarakat diharapkan dapat menjadi pengawas pembangunan di daerahnya masing-masing. Ayo bangun desa untuk membangun Indonesia. Kawal pembangunan di daerahmu!


Bila menemukan indikasi penyalahgunaan anggaran dana desa, laporkan via www.lapor.go.id atau sms ke 1708 (tarif normal). Laporan juga dapat disampaikan melalui call center Kementerian Desa PDTT 1500040, atau sms center melalui 081288990040/087788990040.


#AyoBangunDesa
#AyoLapor
#DanaDesa
#SadarAPBN






(Abdar)