Nikah Muda? Ternyata Ini Lebih Bahayanya

Sosialisasi dan baksti sosial program pembangunan keluarga bersama mitra kerja pada era covid-19
KIMPurwakarta.web.id - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Adang Sudrajat membawa pesan khusus kepada remaja Jawa Barat. Jangan nikah muda!

Itulah pesan yang disampaikan Adang saat Sosialisasi dan Bakti Sosial Pembangunan Keluarga bersama Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat di Graha Berkah Sadaya, Jalan Baleendah Nomor 9B Kabupaten Bandung.


Turut hadir antara lain Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Kusmana dan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung Muhammad Hairun.


Adang mengatakan nikah muda berisiko secara kesehatan maupun psikologis keluarga. Secara kesehatan, nikah yang diikuti kehamilan saat usia muda berpotensi memicu sejumlah masalah kesehatan. Tertutama dipicu akibat belum matangnya organ reproduksi pada perempuan. Secara psikologis, menikah tentu saja menuntut kesiapan mental.


“Kalau saya jelas, pernikahan muda harus dihindari. Itu akan sangat berkaitan dengan tingkat kematian ibu dan bayi. Salah satu pemicu tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi dari situ, kehamilan pada usia muda. Perempuan belum siap untuk punya anak. Ibunya juga belum siap untuk mengurus anak. Sampai saat ini angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi. Lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN lainnya,” tegas Adang.


Sejalan dengan pesan program BKKBN, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyarankan agar remaja menikah pada saat usia sudah matang. Usia 21 tahun untuk perempuan dan 25 untuk laki-laki. Usia itu dianggap ideal karena pada usia tersebut laki-laki dan perempuan sudah sampai pada kematangan organ reproduksi. Asumsi lainnya adalah bahwa usia tersebut remaja sudah menyelesaikan sekolah dan mulai bekerja.


“Kalau pun di bawah itu, jangan terlalu jauh lah kurangnya. Undang-undang sudah menetapkan minimal 18 tahun. Memang harus kita perhatikan semua. Idealnya sesuai arahan BKKBN, laki-laki 25 tahun, perempuan 21 tahun. Sekarang misalnya ada yang hamil saat usia 14 tahun atau 15 tahun. Itu sebetulnya belum siap. Kasihan ibunya, kasihan bayinya juga,” kata Adang lagi.


Sejalan dengan itu, Adang menekankan agar remaja belajar mempersiapkan diri untuk berkeluarga. Perencanaan keluarga menjadi sangat penting di tengah semakin kompleksnya masalah yang dihadapi keluarga dari waktu ke waktu. Keluarga berkualitas, sambung Adang, hanya akan terwujud manakala sebuah keluarga direncanakan dengan baik.


Karena itu, Adang menyambut baik transformasi program BKKBN yang kini lebih fokus pada generasi muda. Paradigma ini bergeser dari program keluarga berencana (KB) era sebelumnya yang menekankan pengendalian kehamilan atau pemakaian kontrasepsi. BKKBN kini lebih menyasar pembangunan keluarga, khususnya generasi millenial.

“Penting bagi remaja untuk merencanakan usia nikah, perencanaan jumlah anak yang ingin dilahirkan, dan rencana lainya. Itu konteks yang diusung BKKBN sekarang. Bukan semata-mata pembatasan jumlah kelahiran, tapi kita ingin keluarga itu berkualitas,” terang Adang.